kali ini saya akan membahsa tentang cara menulis resensi jurnal
Cara dan Contoh Menulis Resensi
Beruntung orang yang suka membaca
buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan
cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya
selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas.
Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi
kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan
terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting
yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya
potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian
keseharian di sekitarnya.
Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan
mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu
memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan).
Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal
penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1. Membantu pembaca (publik) yang
belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi
biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca
buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan
penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis
keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip
yang tidak jelas juntrungnya.
2. Mengetahui kelemahan dan
kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana
semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat
subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat
(terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi
redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik
dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan
melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam
pelan “Oooo buku ini begini…. begitu” setelah membaca karya resensi.
3. Mengetahui latarbelakang dan
alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa
mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman
pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi
dari pemberitaan media tak jadi soal.
4. Mengetahui perbandingan buku yang
telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang
sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu
mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya
sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya
penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca
nantinya.
5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi
atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif
kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang
tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi
bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya
peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah, untuk bisa meresensi buku,
sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah
yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka
mau. Diantaranya;
A. Tahap Persiapan
1. Memilih jenis buku. Tentu setiap
orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan
ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang
menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai
macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti
membatasi atau melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal
siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar
siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
2. Usahakan buku baru. Ini jika
karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama
tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi
sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk
buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk
mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog
(jurnal personal).
3. Membuat anatomi buku. Yaitu
informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai
berikut;
Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
B. Tahap Pengerjaan
1. Membaca dengan detail dan
mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi
buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan
saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa
mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan
pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.
2. Setelah membaca, mulai menuliskan
karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya
mengandung beberapa hal;
• Informasi(anatomi) awal buku
(seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan
“provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku.
Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku.
(substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan
buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai
kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas
buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut
bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing
kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah
dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan
penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
C. Tahap Publikasi
1. Karya disesuaikan dengan ruang
media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan
pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah
sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2. Menyertakan cover halaman depan
buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan
jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu
menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media
tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai
teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah
soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena
memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti
kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
*Yons Achmad. Humas FLP Pusat.
Contoh Resensi
Membaca
Realitas Politik dan Pemerintahan dalam ‘Tuah Kalam’
Oleh
: Fatmawati, S.PdI
Buku berjudul Tuah Kalam-Cakap
Rampai Politik dan Pemerintahan karya Raja Dachroni, S.Sos., M.Si dan Rendra
Setyadiharja, S.Sos., M.I.P yang diterbitkan oleh Leutika Prio Yogyakarta
bekerjasama dengan Muda Berjaya Publishing Kepulauan Riau, lahir pada konteks
yang tepat. Seolah menjadi sebuah ramuan madu yang diramu dan diracik untuk
sebuah penyakit yang sudah mengejala dan memahami realitas politik dan
pemerintahan kekinian.
Buku ini merupakan sebuah buku yang
jelas sekali memaparkan berbagai persoalan bangsa ini terutama dari sisi
politik dan pemerintahannya. Mungkin masyarakat bangsa Indonesia sudah
mengetahui bahwa bangsa ini memang sedang sakit, dan berbagai gejala penyakit
mampu dijelaskan secara gamblang dalam buku ini. Mulai dari persoalan politik,
birokrasi, kepemimpinan, peran perempuan dalam politik, pelayanan publik,
generasi muda, pendidikan, pemilihan umum, sumber daya alam dan juga etika
pemerintahan dijelaskan sebagai sebuah gambaran fenomena yang mungkin menjadi
renungan bagi kita bahwa beginilah bangsa Indonesia dengan wajah yang penuh
dengan sekelumit penyakit. Berbagai fenomena ini mungkin tak dapat dijelaskan
secara komprehensif dalam berbagai tulisan di media massa yang kemudian
dibukukan sehingga terbit menjadi sebuah buku berjudul Tuah Kalam-Cakap Rampai
Politik dan Pemerintahan, namun setidaknya berbagai fenomena yang dijelaskan
dalam buku ini mampu mengingatkan mulai dari masyakarat, sektor swasta, dan
pemerintahan atau bahkan dunia internasional bahwa ini semua adalah gambaran
dari berbagai patologi bangsa Indonesia yang perlu dicari jalan keluarnya.
Selain mampu mengungkap berbagai
fenomena yang terjadi dalam politik dan pemerintahan, analisis yang dibuat oleh
kedua akademisi muda ini mampu menjadi cambuk yang kuat bagi stakeholders yang
berkecimpung dalam dunia politik dan pemerintahan. Selain memberikan peringatan
terhadap fenomena politik dan pemerintahan, maka analisis dalam buku ini juga
mampu memberikan masukan (output) bagi sistem politik dan pemerintahan. Agar
sistem politik dan pemerintahan yang kemudian dijalankan oleh para politisi dan
birokrasi mampu diperbaiki secara perlahan. Walaupun buku ini banyak
menceritakan tentang fenomena yang sifatnya pernah terjadi, justru disitulah
pentingnya sebuah memori historis bagi sistem politk dan pemerintahan agar
mampu mengingat berbagai permasalahan di masa lalu kemudian menjadi pelajaran
demi perbaikan sistem politik dan pemerintahan itu sendiri dimasa yang akan
datang.
Buku ini penting dimiliki oleh para
politisi, birokrasi, mahasiswa, akademisi, dan juga masyarakat luas, karena
dengan teknik gaya bahasa yang sederhana, mampu menjadi sebuah pengetahuan bagi
kita semua tentang bagaimana sebenarnya memperbaiki sistem politik dan
pemerintahan.
Judul Buku : Tuah Kalam-Cakap Rampai
Politik dan Pemerintahan
Penulis : Raja Dachroni, M.Si dan
Rendra Setyadiharja, M.IP
Penerbit :Leutikaprio bekerjasama dengan
Muda Berjaya Publishing
Harga : Rp 50.000,-
Tebal :159 halaman
untuk lebih jelas silahkan download di SINI
TERIMA KASIH...SALAM PELAJAR..
0 komentar:
Post a Comment