Konstitusi Negara
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Setiap
Negara, bagaimanapun dan sesederhanapun tingkat pertumbuhannya, selalu memiliki
seperangkat ketentuan (kaidah) yang mengatur susunan organisasi Negara yang
terdiri dari struktur struktur atau jabatan-jabatan kenegaraan. Perangkat kaidah
tersebut dinamakan konstitusi. Dalam pengertian ini, tidaklah ada dan tidak
pernah ada Negara tanpa konstitusi. Namun demikian, tidaklah pula ada
Negara-negara yang memiliki persis sama. Satu sama lain memiliki perbedaannya.
Perbedaan-perbedaan terjadi karena latar belakang yang berbeda, seperti
sejarah, budaya, ideologi, falasafah dan lain sebagainya.
Konstitusi
atau UUD dibuat dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan
Negara dan pemerintahan konstitusional. Karena itu, setiap pertumbuhan dan
perkembangan harus tetap dalam kerangka mewujudkan atau menjamin kelangsungan
system konstitusional.
Untuk
mengatur
pertumbuhan dan pengembangan konstitusi atau UUD tersebut, maka pertumbuhan dan
pengembangan tersebut harus terkendali atau dikendalikan. Dalam sejarah
konstitusi, di Indonesia telah mengalami lima kali penggantian dan empat kali
perubahan perubahan dalam arti amandemen konstitusi, yakni pada kurun waktu
(1999-2002). Dalam pelaksanaannya, perubahan tersebut telah membuat perubahan
yang mendasar pada substansi material dan sistematika yang dapat dilihat dari
jumlah Bab, pasal ada ayat UUD 1945. Tidak hanya itu, dengan amandemen tersebut
telah menciptakan perubahan dasar dalam sistem ketatanegaraan.
B.
Perumusan Masalah
Dari
penjelasan singkat diatas kami dapat mengambil rumusan maslah yaitu:
1.
pengertian konstitusi
2.
Bagaimana perubahan konstitusi
BAB
II LANDASA TEORITIS
A.
Pengertian konstitusi
menurut
bahasa konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang berarti
membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu negara.
Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat,
mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal
dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.
Istilah
konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu
negara. Sistem itu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau
memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai
keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa
kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian, pengertian
konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan ketatanegaraan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis.
Selain itu,
beberapa ahli juga mengemukakan pengertian konstitusi sebagai berikut :
1.
E.C. Wade
Konstitusi
adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan
suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.
2.
KC. Wheare
Konstitusi
adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan
peraturan yang membentuk an mengatur pemerintahan negara.
3.
Herman Heller
Herman
Heller membagi konstitusi menjadi tiga pengertian, yaitu:
·
Konstitusi yang
bersifat politik sosiologis, yaitu konstitusi yang mencerminkan kehidupan
politik masyarakat.
·
Konstitusi yang
bersifat yuris, yaitu konstitusi merupakan kesatuan kaidah yang hidup di dalam
mayarakat.
·
Konstitusi yang
bersifat politis, yaitu konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai
undang-undang.
4.
CF. Strong
Menurut
CF. Strong, konstitusi merupakan kumpulan asas yang didasarkan pada kekuatan
pemerintah, hak-hak yang diperintah, serta hubungan-hubungan antara keduanya
yang diatur.
5.
Sri Soemantri
Konstitusi
merupakan naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem
pemerintahan negara.
Dari beberapa
pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada dua pengertian
konstitusi, yaitu:
1.
Dalam arti
luas, merupakan suatu keseluruhan aturan dan ketentuan dasar (hukum dasar yang
meliputi hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis yang mengatur
mengenai suatu pemerintahan yang diselenggarakan di dalam suatu Negara.
2.
Dalam arti
sempit, merupakan undang-undang dasar, yaitu suatu dokumen yang berisi
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok dari ketatanegaran
suatu negara.
B.
Jenis konstitusi
Konstitusi dapat
dibedakan dalam dua macam, yaitu:
1.
Konstitusi
tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan
(menjelaskan) kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan
serta menentukan cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi
tertulis ini dikenal dengan sebutan undang-undang dasar.
2.
Konstitusi
tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis
yang ada dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara.
Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.
C.
Nilai konstitusi
Konstitusi sebagai hukum dasar
tertulis atau Undang Undang Dasar dimaksudkan menjadi landasan kehidupan
bernegara atau landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang
mengatur kekuasaan Negara serta hak dan kewajiban warga Negara.
Nilai konstitusi yang dimaksud disini adalah nilai (value) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam konstitusi dalam kenyataan praktik. Menurut pendapat Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the Value of Constitution in Our Revolutionary Age”, yang menjelaskan dan membedakan nilai-nilai konstitusi dalam tiga macam nilai, yaitu :
Nilai konstitusi yang dimaksud disini adalah nilai (value) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam konstitusi dalam kenyataan praktik. Menurut pendapat Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the Value of Constitution in Our Revolutionary Age”, yang menjelaskan dan membedakan nilai-nilai konstitusi dalam tiga macam nilai, yaitu :
1.
Normative Value (Nilai Normatif)
Konstitusi memiliki nilai-nilai
normative apabila norma yang terkandung
dalam konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan
dipatuhi oleh subyek hukum yang terikat padanya. Bagi bangsa tersebut
konstitusi bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga merupakan
kenyataan (reality) dalam arti sepenuhnya diperlukan dan berlaku efektif,
secara murni konsekuen. Hal ini sangat penting karena dalam setiap Undang
Undang Dasar ada dua masalah, yaitu :
a.
Sifat ideal dari UUD (teori/das sein)
b.
Cara pelaksanaan UUD itu ( praktik/das sein)
2.
Nominal Value (Nilai Nominal)
Konstitusi memiliki nilai nominal apabila suatu Undang Undang Dasar
sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam kenyataannya tidak dipakai sama
sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan bernegara.
3.
Semantical Value (Nilai Semantik)
Konstitusi memiliki nilai semantik, apabila konstitusi yang
norma-norma yang terkandung di dalamnya hanya dihargai di atas kertas yang
indah dan dijadikan jargon, semboyan, ataupun “gincu-gincu ketatanegaran” yang
berfungsi sebagai pemanis dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka. Maksud
esensial konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur.
Akan tetapi hal ini diberlakukan/ditangguhkan dan baru dilaksanakan berdasrkan kepentingan
pemegang kekuasaan. Dengan demikian, konstitusi hanya sekedar istilah kata-kata
saja.
4.
Sifat dan Hakikat Konstitusi
Sebuah konstitusi selain memilki nilai-nilai normatif, nominal, dan
semantik juga memiliki sifat-sifat konstitusi yang dapat diklasifikasikan
sebagai fleksible atau rigid, tertulis dan tidak tertulis, formil atau
material.
Menurut Jimly assidiqqie,
ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apakah Undang
Undang Dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah dengan melihat apakah naskah konstitusi
itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau
sulit. Yang kedua melihat apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah
mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain jika sebuah konstitusi mudah
dalam mengikuti perkemabangan zaman maka bersifat fleksibel, apabila tidak
mudah maka bersifat rigid.
Adapun suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam
suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut tidak
tertulis dikarenakan ketentuan ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak
tertulis dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal diatur dalam
konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.
Hakikat konstitusi menurut Dr. H. Bagir Manan, SH. MCL dalam
bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan konstitusi suatu Negara adalah Pembatasan terhadap
kekuasaan pemerintahan di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara
maupun setiap penduduk di pihak lain.
Hakikat sebuah konstitusi sangatlah penting karena UUD sebagai
konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisi suatu cita hukum
yang menjadi panutan dan panduan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu,
pada hakikatnya sebuah konstitusi juga berhubungan dengan konstitualisme.
Sebagaimana yang dikatakan John Ferejohn bahwa konstitualisme harus dipahami
sejajar dengan penafsiran historis dan cultural. Oleh karena itu,
konstitualisme tidak dapat dilepaskan dari pemikiran filosofis suatu Negara.
Dengan demikian, para ahli hukum berpendapat bahwa hakikat
konstitusi dipahami berkaitan erat dengan tujuan bernegara. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Jimly Asshidiqie, bahwa pada umumnya konstitusi dipahami
mempunyai tujuan pokok, yaitu : keadilan, kepastian, dan kegunaan.
Dengan kata lain, konstitusi merupakan piagam yang menyatakan
cita-cita bangsa dan Negara dan dasar organisasi kenegaraan dan suatu bangsa,
juga merupakan blueprint (cetak biru) tentang kesepakatan nasional seluruh
rakyat. Dengan demikian konstitusi menjadi suatu frame work of the nation.
D.
Perubahan konstitusi
Pada umumnya , perubahan konstitusi atau Undang
Undang Dasar dilakukan menurut dua system, pertama perubahan secara langsung
terhadap pasal-pasal dalam UUD yang lama dan menghasilkan UUD baru. Kedua,
perubahan secara tidak langsung terdapat dalam beberapa pasal tertentu
dilakukan melalui system amandemen. Pasal pasal hasil amandemen tersebut
menjadi bagian yang terpisahkan dari UUD lama, dan UUD lama tetap berlaku.
Adapun Alasan dan tujuan perubahan kontitusi
(amandemen) yaitu:
Dalam pelaksanaan secara sepintas UUD 1945 telah
mengatur seruan paham konstitusi yaitu anatomi kekuasaan yang tunduk pada hukum
(supremasi hukum), jaminan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, adanya
prinsip peradilan yang bebas. Namun dalam kenyataannya, prinsip-prinsip
tersebut belum dilakukan secara profesional dalam praktik kenegaraan di
Indonesia baik pada Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Atau sudah
diterapkan dalam tataran riil, tetapi masih belum menyentuh subtansinya.
Dari dasar argumentasi di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa UUD 1945 itu diamandemenkan karena ruh dan pelaksanaan
konstitusinya jauh dari paham konstitusi itu sendiri. Hal tersebut sejalan
bahkan diperkuat oleh hasil Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum UNIBRAW yang
mencoba mengklasifikasikan kelemahan UUD 1945, antara lain : UUD 1945 telah
memposisikan kekuasaan presiden begitu besar, system checks and balance tidak diatur secara tegas di dalamnya,
ketentuan UUD 1945 banyak yang tidak jelas dan multitafsir, minimnya pengaturan
masalah Hak-Hak Asasi Manusia, sistem kepresidenan dan sistem perekonomian yang
kurang baik.
BAB III KESIMPULAN
*baca dan pahami isi makalah agar kesimpulan sempurna
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Post a Comment