Monday 9 November 2015

Konstitusi Negara

Konstitusi Negara

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Setiap Negara, bagaimanapun dan sesederhanapun tingkat pertumbuhannya, selalu memiliki seperangkat ketentuan (kaidah) yang mengatur susunan organisasi Negara yang terdiri dari struktur struktur atau jabatan-jabatan kenegaraan. Perangkat kaidah tersebut dinamakan konstitusi. Dalam pengertian ini, tidaklah ada dan tidak pernah ada Negara tanpa konstitusi. Namun demikian, tidaklah pula ada Negara-negara yang memiliki persis sama. Satu sama lain memiliki perbedaannya. Perbedaan-perbedaan terjadi karena latar belakang yang berbeda, seperti sejarah, budaya, ideologi, falasafah dan lain sebagainya.
Konstitusi atau UUD dibuat dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan Negara dan pemerintahan konstitusional. Karena itu, setiap pertumbuhan dan perkembangan harus tetap dalam kerangka mewujudkan atau menjamin kelangsungan system konstitusional.
Untuk mengatur pertumbuhan dan pengembangan konstitusi atau UUD tersebut, maka pertumbuhan dan pengembangan tersebut harus terkendali atau dikendalikan. Dalam sejarah konstitusi, di Indonesia telah mengalami lima kali penggantian dan empat kali perubahan perubahan dalam arti amandemen konstitusi, yakni pada kurun waktu (1999-2002). Dalam pelaksanaannya, perubahan tersebut telah membuat perubahan yang mendasar pada substansi material dan sistematika yang dapat dilihat dari jumlah Bab, pasal ada ayat UUD 1945. Tidak hanya itu, dengan amandemen tersebut telah menciptakan perubahan dasar dalam sistem ketatanegaraan.

B.  Perumusan Masalah
Dari penjelasan singkat diatas kami dapat mengambil rumusan maslah yaitu:
1.      pengertian konstitusi
2.      Bagaimana perubahan konstitusi

BAB II LANDASA TEORITIS
A.  Pengertian konstitusi
menurut bahasa konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang berarti membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu negara. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat, mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.
Istilah konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Sistem itu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian, pengertian konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan ketatanegaraan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Selain itu, beberapa ahli juga mengemukakan pengertian konstitusi sebagai berikut :

1.    E.C. Wade
Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.

2.    KC. Wheare
Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk an mengatur pemerintahan negara.

3.    Herman Heller
Herman Heller membagi konstitusi menjadi tiga pengertian, yaitu:
·       Konstitusi yang bersifat politik sosiologis, yaitu konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik masyarakat.
·       Konstitusi yang bersifat yuris, yaitu konstitusi merupakan kesatuan kaidah yang hidup di dalam mayarakat.
·       Konstitusi yang bersifat politis, yaitu konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang.

4.    CF. Strong
Menurut CF. Strong, konstitusi merupakan kumpulan asas yang didasarkan pada kekuatan pemerintah, hak-hak yang diperintah, serta hubungan-hubungan antara keduanya yang diatur.

5.    Sri Soemantri
Konstitusi merupakan naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada dua pengertian konstitusi, yaitu:
1.    Dalam arti luas, merupakan suatu keseluruhan aturan dan ketentuan dasar (hukum dasar yang meliputi hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis yang mengatur mengenai suatu pemerintahan yang diselenggarakan di dalam suatu Negara.
2.    Dalam arti sempit, merupakan undang-undang dasar, yaitu suatu dokumen yang berisi aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok dari ketatanegaran suatu negara.

B.  Jenis konstitusi
Konstitusi dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:
1.        Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan) kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan serta menentukan cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi tertulis ini dikenal dengan sebutan undang-undang dasar.
2.        Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang ada dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara. Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.

C.  Nilai konstitusi
Konstitusi sebagai hukum dasar tertulis atau Undang Undang Dasar dimaksudkan menjadi landasan kehidupan bernegara atau landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang mengatur kekuasaan Negara serta hak dan kewajiban warga Negara.
Nilai konstitusi yang dimaksud disini adalah nilai (value) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam konstitusi dalam kenyataan praktik. Menurut pendapat Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the Value of Constitution in Our Revolutionary Age”, yang menjelaskan dan membedakan nilai-nilai konstitusi dalam tiga macam nilai, yaitu :
1.        Normative Value (Nilai Normatif)
Konstitusi memiliki nilai-nilai normative apabila norma yang terkandung dalam konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh subyek hukum yang terikat padanya. Bagi bangsa tersebut konstitusi bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga merupakan kenyataan (reality) dalam arti sepenuhnya diperlukan dan berlaku efektif, secara murni konsekuen. Hal ini sangat penting karena dalam setiap Undang Undang Dasar ada dua masalah, yaitu :
a.       Sifat ideal dari UUD (teori/das sein)
b.      Cara pelaksanaan UUD itu ( praktik/das sein)

2.        Nominal Value (Nilai Nominal)
Konstitusi memiliki nilai nominal apabila suatu Undang Undang Dasar sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam kenyataannya tidak dipakai sama sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan bernegara.
3.        Semantical Value (Nilai Semantik)
Konstitusi memiliki nilai semantik, apabila konstitusi yang norma-norma yang terkandung di dalamnya hanya dihargai di atas kertas yang indah dan dijadikan jargon, semboyan, ataupun “gincu-gincu ketatanegaran” yang berfungsi sebagai pemanis dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka. Maksud esensial konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur. Akan tetapi hal ini diberlakukan/ditangguhkan dan baru dilaksanakan berdasrkan kepentingan pemegang kekuasaan. Dengan demikian, konstitusi hanya sekedar istilah kata-kata saja.
4.        Sifat dan Hakikat Konstitusi
Sebuah konstitusi selain memilki nilai-nilai normatif, nominal, dan semantik juga memiliki sifat-sifat konstitusi yang dapat diklasifikasikan sebagai fleksible atau rigid, tertulis dan tidak tertulis, formil atau material.
Menurut Jimly assidiqqie, ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apakah Undang Undang Dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah dengan melihat apakah naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit. Yang kedua melihat apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain jika sebuah konstitusi mudah dalam mengikuti perkemabangan zaman maka bersifat fleksibel, apabila tidak mudah maka bersifat rigid.
Adapun suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan ketentuan ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.
Hakikat konstitusi menurut Dr. H. Bagir Manan, SH. MCL dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan konstitusi suatu Negara adalah Pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
Hakikat sebuah konstitusi sangatlah penting karena UUD sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisi suatu cita hu­­­kum yang menjadi panutan dan panduan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, pada hakikatnya sebuah konstitusi juga berhubungan dengan konstitualisme. Sebagaimana yang dikatakan John Ferejohn bahwa konstitualisme harus dipahami sejajar dengan penafsiran historis dan cultural. Oleh karena itu, konstitualisme tidak dapat dilepaskan dari pemikiran filosofis suatu N­egara.
Dengan demikian, para ahli hukum berpendapat bahwa hakikat konstitusi dipahami berkaitan erat dengan tujuan bernegara. Sebagaimana yang dikatakan oleh Jimly Asshidiqie, bahwa pada umumnya konstitusi dipahami mempunyai tujuan pokok, yaitu : keadilan, kepastian, dan kegunaan.
Dengan kata lain, konstitusi merupakan piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan Negara dan dasar organisasi kenegaraan dan suatu bangsa, juga merupakan blueprint (cetak biru) tentang kesepakatan nasional seluruh rakyat. Dengan demikian konstitusi menjadi suatu frame work of the nation.

D.  Perubahan konstitusi
Pada umumnya , perubahan konstitusi atau Undang Undang Dasar dilakukan menurut dua system, pertama perubahan secara langsung terhadap pasal-pasal dalam UUD yang lama dan menghasilkan UUD baru. Kedua, perubahan secara tidak langsung terdapat dalam beberapa pasal tertentu dilakukan melalui system amandemen. Pasal pasal hasil amandemen tersebut menjadi bagian yang terpisahkan dari UUD lama, dan UUD lama tetap berlaku.
Adapun Alasan dan tujuan perubahan kontitusi (amandemen) yaitu:
Dalam pelaksanaan secara sepintas UUD 1945 telah mengatur seruan paham konstitusi yaitu anatomi kekuasaan yang tunduk pada hukum (supremasi hukum), jaminan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas. Namun dalam kenyataannya, prinsip-prinsip tersebut belum dilakukan secara profesional dalam praktik kenegaraan di Indonesia baik pada Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Atau sudah diterapkan dalam tataran riil, tetapi masih belum menyentuh subtansinya.
Dari dasar argumentasi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa UUD 1945 itu diamandemenkan karena ruh dan pelaksanaan konstitusinya jauh dari paham konstitusi itu sendiri. Hal tersebut sejalan bahkan diperkuat oleh hasil Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum UNIBRAW yang mencoba mengklasifikasikan kelemahan UUD 1945, antara lain : UUD 1945 telah memposisikan kekuasaan presiden begitu besar, system checks and balance tidak diatur secara tegas di dalamnya, ketentuan UUD 1945 banyak yang tidak jelas dan multitafsir, minimnya pengaturan masalah Hak-Hak Asasi Manusia, sistem kepresidenan dan sistem perekonomian yang kurang baik.
BAB III KESIMPULAN
*baca dan pahami isi makalah agar kesimpulan sempurna






DAFTAR PUSTAKA


0 komentar:

Post a Comment